Kamis, 22 September 2016

SISTEM USAHA SWASTA PADA ZAMAN KOLONIALISME




Bab 1

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang
Pengetahuan tentang sejarah nusantara dimasa kilonialisme sagatlah perlu diketahui, salah satunya tentang sistem usaha swasta pada masa kolonialisme yang berlaku di Nusantara dahulu yang dituangkan dalam makalah ini.


1.2 Tujuan dan Manfaat

A. Tujuan:

1. Membuat siswa mengerti tentang bagaimana sejarah sistem usaha swasta pada zaman kolonialisme dan perkembangannya

B. Manfaat:

1. Menambah pengetahuan siswa tentang sejarah masa kolonialisme di Nusantara

2. Menambah pengetahuan siswa tentang apa itu sistem usaha swasta

3. Memberi siswa pengetahuan baru

4. Memberikan nilai moral kepada siswa




Bab 2
Isi

2.1  Apa Itu Sistem Usaha Swasta
Sistem  usaha swasta adalah sistem yang digunakan VOC untuk menggantikan sistem tanam paksa dengan memanfaatkan pengusaha dari luar Nusantara. 

2.2  Sejarah Sistem Usaha Swasta
Sebelum sistem usaha swasta, terdapat sistem yang di buat oleh Van den Bosc pada tahun 1829 yang dinamakan sistem tanam paksa. Pelaksanan sistem tanam paksa mampu memperbaiki perekonomian Belanda dan kemakmuran pun juga meningkat. Hingga Belanda berkembang menjadi negara indrusti. Sejalan dengan hal ini muncullah kaum liberal yang didukung oleh pemerintahan. Sehingga pemerintah mulai mempertimbangan untug rugi dan baik buruknya sistem tanam paksa ini.


Terdapat dua golongan yang sejutu atau tidak setuju dengan sistem tanam paksa. Pihak yang setuju adalah kelompok konservatif dan para pegawai pemerintahan. Mereka setuju karena Tanam Paksa telah mendatangkan banyak keuntungan. Begitu pula para pemegang saham perusahaan NHM (Nederlansche Handel Matschappij) yang mendukung sistem tanam paksa karena mereka mempunyai hak untuk memonopoli hasil hasil tanam paksa dari Hindia Belanda ke Eropa. Perlu diketahui bahwa perusahaan NHM adalah perusahaan dagang yang didirika oleh Raja William I di Den Haag pada tanggal 9 Maret 1824. Perusahaan ini digunakan untuk mempromosikan bidang perdagangan dan perusahaan pengiriman.

Sedangkan pihak yang tidak setuju dengan adanya tanam paksa adalah kelompok yang dipengaruhi oleh ajaran agama dan penganut asas liberalisme. Banyak pula kelompok yang tidak setuju diadakannya sistem tanam paksa karena mereka sangat memperhatikan nasib rakyat. Rakyat banyak yang menderita dan tidak sedikit pula rakyat yang jatuh sakit karena dituntut untuk bekerja dalam tanam paksa.


Kaum liberal adalah kaum yang menghendaki tidak adanya campur tangan pemerintahan dengan dunia ekonimi. Mereka menhendaki kegiatan perekonomian dipegang oleh pihak swasta. Ajaran kaum liberal pun semakin berkembang dan pengaruhnya sangat kuat. Kaum liberal pun mendapatkan kemenangan politik di parlemen ( Staten General). Parlemen ini mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam hal tanah jajahan. Hal ini membuat pemerinah semakin tambah bimbang.



Sesuai dengan asas liberalisme, maka kaum liberaral menuntut adanya perubahan dan pembaruan. Peran pemerintah dalam mengurus ekonomi harus dikurangi dan sebaliknya pihak swasta harus lebih leluasa dalam memiliki dan mempuyai peran dalam kegiatan  ekonomi. Menurut mereka, pemerintah harus tetap fokus dalam melindungi rakyat, mengatur tegaknya hukum dan membangu sarana prasarana agar semua kegiatan rakyat berjalan dengan lancar.


Kaum liberal menuntut pelaksanaan sistem tanam paksa dihapuskan. Hal tersebut didorong terbitnya dua buku pada tahun 1860 yaitu Max Havelaar tulisan Edward Douwes Dekker dengan nama samarannya Multatuli, dan buku berjudul Suiker Contractor (kontrak-kontrak gula) tulisan frans Van de Pute. Kedua buku ini mengkritik keras tentang sistem tanam paksa. Sehingga sistem tanam paksa hari demi hari mulai hilang. Lalu mulai muncul sistem politik ekonomi liberal yang didukung oleh Traktat Sumatera yang ditandatangani tahun 1871. Traktat ini berisi bahwa Belanda diberi kebebasan untuk meluaskan daerahnya hingga ke Aceh. Namun, pihak Inggris ingin meminta imbalan. Imbalan tersebut adalah meminta Belanda agar menerapkan sistem ekonomi liberal agar pihak swasta termasuk Inggris dapat menanamkan modalnya di tanah jajahan Belanda di Hindia.

2.3 Pelaksanaan  Sistem Usaha Swasta

Sistem politik ekonomi liberal membuat membuat pihak swasta mempunyai peluang untuk mengembangkan perekonomiannya. Seiring dengan upaya pembaruan dalam menangani perekonomiannya dalam daerah penjajahan, Belanda membuat beberapa peratura. Antar lain:

1.    Tahun 1864 dikeluarkan Undang-undang Perbendaharaan Negara (Comptabiliet Wet). Berdasarrkan peraturan ini setiap anggaran belanja Hindia Belanda harus diketahui dan disahkan oleh parlemen.
2.    Undang-undang Gula (Suiker Wet). Undang-undang ini mengatur tentang monopoli tanaman tebu oleh pemerintah yang kemudian secara bertahap akan diserahkan kepada pihak swasta.
3.    Undang-undang Agraria (Agraria Wet) pada tahun 1870. Undang-undang ini mengandung prinsip-prinsip politik tanah di negri jajahan. Dalam peraturan ini ditegaskan:
a)    Tanah di negri jajahan di Hindia Belanda dibagi menjadi dua bagian . Pertama, tanah milik penduduk pribumi berupa persawahan, kebun, ladang, dan sebagainya. Kedua, tanah-tanah hutan, pegunungan dan lainnya yang tidak termasuk tanah penduduk pribumi dinytakan sebagai tanah pemerintah.
b)   Pemerintah mengeluarkan surat bukti kepemilikan tanah.
c)    Pihak swasta dapat menyewa tanah, baik tanah pemerintah maupun tanah penduduk. Tanah-tanah pemerintah dapat disewa pengusaha swasta sampai 75 tahun. Tanah penduduk dapat disewa selama 5 tahun. Ada juga yang dapat disewa sampai 30 tahun. Sewa-menyewa tanah ini harus didaftarkan kepada pemerintah. Hak milik tanah bagi penduduk sudah diukur dengan pasti sehingga pemerintah dapat menetapkan pajak secara adil.
d)   Tanah milik penduduk pribumi tidak boleh dijual kepada orang lain.

Setelah dikeluarkannya Undang-undang Agraria, pihak swasta semkin banyak memasuki daerah jajahan Hindia Belanda. Mereka memainkan peran penting dalam mengeksploitasi tanah jajahan. Oleh karena itu muncullah Era Modern yang memunculkan dan mengembangkan kapitalisme di Hindi Belanda. Belanda menerapkan imperialisme modernnya. Hal itu berarti Indonesia dijadikan tempat untuk berbagi keprntingan, antara lain :
      1. Tempat untuk mendapatkan bahan mentah untuk kepentingan industri dan
tempat penanaman modal.
      2. Tempat pemasaran barang-barang hasil industri dari Eropa.
      3. Penyedia tenaga kerja yang murah.
 

Usaha perkebunan Hindia Belanda pun semakin meningkat dan berkembang. Banyak sekali hasil perkebunan yang didapat misalnya tebu, kapo, tembakau, kina, kelapa sawit dan karet. Tidak hanya hasil perkebunan saja yang meningkat, namun usaha pertambangan juga meningkat. Nilai ekspor semankin meningkat siring denga banyaknya permitaan dari pasar dunia. 

Untuk mendukung kelamcara proses industri, maka dibentuklah saran dan prasarana. Misalnya jematan, jalan raya, jalur kereta api, pelabuhan dan irigasi. Untuk jalan kerta api, dibuatlah rel kereta api pada 1873 yang menghubungkan Semarang dengan Yogykarta, kemudian dilanjutkan diantara Batavia dan Bogor dan diantara Surabaya dan Malang. Pembangunan jalan kereta api tidak hanya dilakukan di pulau Jawa saja namun, terdapat pula di Sumatera yang dibangun pada akhir abad ke-19. Pembangunan jalan kerata api ini bertujuan untuk daerah-daerah yang telah dikuasai dan yang akan dikuasai, misalnya Aceh. Jalur kereta api judga dibangun untuk kepentingan pertambangn seperti pertambangan di Sumatera Barat.

Selain membangun jalan kereta api, juga dibangun pelabuhan. Pada tahun 1872 dibangun Pelabuhan Tanjung Priok di Batavia, Pelabuhan Belwan di Sumatera Timur, dan Pelabuhan Emmahaven (Teluk Bayur) di Padang. Jalur ini semakin ramai dan efisien terutama setelah adanya pembukaan Terusan Suez pada tahun 1869.

Selama  zaman liberal (1870-1900), usaha perkebunan swasta mengalami kemajuan pesat. Kekayaan alam Nusantara terus mengalir ke Negeri Belanda. Belanda selanjutnya menjadi Negara pengekspor terbesar hasil perkebunan di dunia. Hal sebaliknya terjadi pada penduduk pribumi, khususnya di Jawa. Praktik usaha liberalisme itu telah membawa kemerosotan kehidupan penduduk. Rakyat Jawa khususnya hidup dalam kemiskinan dan kesengsaraan.

Seiring dengan pelaksanaan sistem politik ekonomi liberal, Belannda melaksanakan Pax Netherlandica, yaitu usaha pembulatan negeri jajahan Belanda di Indonesia. Hal itu dimaksudkan agar wilaya Indonesia tidak diduduki oleh bangsa barat lainnya.
 



2.4 Akibat Pelaksanaan Usaha Swasta


ยท         Bagi Belanda:

1.    Memberikan keuntungan yang sangat besar kepada kaum swasta Belanda dan pemerintaha kolonial Belanda.

2.    Hasil-hasil produksi perkebunan dan pertambangan mengalir ke negeri Belanda.

3.    Negeri Belanda menjadi pusat perdagangan hasil dari tanah jajahan.



ยท         Bagi Rakyat Indonesia:

1.    Kemerosotan tingkat kesejahteraan penduduk.

2.    Adanya krisis perkebunan pada tahun 1885 karena jatuhnya harga kopi dan gula berakibat buruk bagi penduduk.

3.    Menurunnya konsumsi bahan makanan, terutama beras, sementara pertumbuhan penduduk meningkat cukup pesat.

4.    Menurunnya usaha kerajinan rakyat karena kalah bersaing dengan barang-barang impor dari Eropa.

5.    Pengangkutan dengan gerobak menjadi merosot penghasilannya setelah adanya angkutan dengan kereta api.

6.    Rakyat menderita karena masih diterapkannya kerja rodi dan adanya hukuman yang berat bagi yang melanggar peraturan Poenale Sanctie.



Bab 3
Penutup dan Kesimpulan


Pelaksanaan sistem usaha swasta tetap membawa penderitaan terhadap rakyat pribumi. Pertanian rakyat semakin merosot dan pelaksanaan kerja paksa masih terus dilakukan untuk mebangun sarana dan prasarana yang dibutuhkan. Disamping itu, rakyat juga dituntut untuk tetap membayar pajak, sementara hasil-hasil pertanian rakyat banyak yang menurun. Kerajianan rakyat pun mulai mengalami kemunduran karena mulai munculnya alat-alat teknologi yang semakin maju. Alat transportasi tradisional seperti gerobak dan dokar semankin terpojokkan.
 


9 komentar: